Sinopsis Novel : Raditya
Dika – Manusia Setengah Salmon
Judul buku : Manusia Setengah
Salmon
Pengarang : Raditya Dika
Penerbit : Gagas Media
Edisi cetakan : I
Tahun terbit : Desember, 2011
Tebal buku : 272
Harga buku : Rp 42.000
Pengarang : Raditya Dika
Penerbit : Gagas Media
Edisi cetakan : I
Tahun terbit : Desember, 2011
Tebal buku : 272
Harga buku : Rp 42.000
Sebelum meme-meme komik, video-video
lucu dari IndoVigram meledak di kalangan remaja sekarang, bahkan sampai
anak-anak sampai orang tua tertarik untuk melihatnya. Dunia sastra Indonesia
dulu sempat dibanjiri dengan buku-buku kumpulan cerpen bertemakan komedi bahkan
mungkin sampai sekarang masih banyak, namun tak selaris jaman dahulu. Salah satu buku
kumpulan cerpen yang berjudul Manusia Setengah Salmon karya Raditya Dika ini
misalnya. Buku keenam yang ditulis setelah Marmut Merah Jambu juga mendapat
respon yang sangat besar dari pembaca pada saat itu. Antusiasme ini dapat
terlihat dari banyaknya pembaca setia buku-buku Raditya Dika menunggu
peluncuran buku ini.
Buku keenam dan menjadi buku pertama yang sampai habis saya baca hingga lembar terakhir ini memiliki format penulisan yang sama dengan buku sebelumnya. Buku ini ditulis dengan gaya khas Raditya Dika yaitu menjelek-jelekkan diri sendiri. Bukunya juga akan lebih tebal sedikit dibandingkan Marmut Merah Jambu. Berbeda dengan buku-buku Radit sebelumnya, Manusia Setengah Salmon tidak ada pre-order (pesan duluan) resminya.
Berikut cuplikan-cuplikan cerita dari suatu bab di buku ini :
LEDAKAN
PALING MERDU
Di antara semua kebiasaan bokap gue, yang paling ajaib adalah senam kentut. Senam ini dilakukannya setiap pagi dengan gerakan mengejang-ngejang di lantai sambil ngeden, untuk satu tujuan: kentut.
Setiap pagi, Bokap akan keluar dari kamar dengan kaus oblong dan celana training abu-abu. Dia menghirup udara pagi dan memendangi matahari dengan merem-merem penuh kenikmatan. Kumisnya yang lebat terlihat berkilauan diterpasinar matahari.
Lalu,
dia memulai ritual senam kentutnya.
Pernah satu waktu, dia tengkurap sambil menggerak-gerakkan kepalanya ke atas kaak singa laut yang baru patah punggung. Pada waktu yang lain, Bokap juga pernah melakukannya sambil tiduran miring dan membentuk huruf V, lalu kentut secara menyamping.
Di
rumah, tempat Bokap melakukan senam kentut berpindah-pindah. Seperti beruang
yang menandai daerah kekuasaan dengan meninggalkan baunya di pohon, Bokap
mengentuti hampir semua tempat strategis di rumah, kecuali di dapur.
Iya, hanya dapur yang tidak pernah terjamah oleh kentut bokap. Setiap Bokap hendak senam kentut di dapur, Nyokap selalu bilang, ‘Papa tega, meracuni makanan anak-anak kita?’
Sampai
sekarang, Bokap masih berkutat dengan kebiasaannya. Dia masih sering senam
kentut di teras rumah, dia juga msih minum satu gelas besar air putih pada pagi
hari.
Beberapa tahun belakangan ini, gue dan Bokap belum melakukan kegiatan bareng lagi. Gue makin sibuk dengan pekerjaan gue, begitu pula dengan Bokap.
Pada suatu kebetulan, gue bangun lebih pagi karena harus pergi ke bandara dan menemukan bokap lagi senam kentut di balkon rumah. Gue ngeliatin bokap dari kejauhan, mendekatinya, dan bilang, ‘Pa, ikutan ya?’
Bokap
mengangguk.
Pagi
itu, kentut kami bersama-sama jadi ledakan paling merdu.
SEPOTONG HATI DI DALAM KARDUS COKELAT
Tidak banyak reaksi yang bisa diberikan oleh seorang cowok ketika sedang diputusin oleh pacarnya.
Padahal, prosesi pemutusan umumnya dimulai dari kalimat sederhana yang keluar dari mulut si cewek. ‘Kayaknya mendingan kita temenan aja’. Namun, kalimat sedehana itu tidak berakhir sederhana, si cowok kebingungan harus merepon apa.
Di kehidupan nyata, pada umumnya ketika cowok diputusin sama ceweknya, dia pasti kan setengah mati berusaha untuk gak nangis. Si cowok akan sedapat mungkin stay cool, supaya gak keliatan cemen. Harga diri lebih penting daripada sakit hati.
Putus cinta sejatinya adalah sebuah perpindahan.
Bagaimana kita pindah dari satu hati, ke hati yang lain. kadang kita rela untuk pindah, kadang kita dipaksa untuk pindah oleh orang yang kita sayang, kadang bahkan kita yang memaksa orang tersebut untuk pindah. Ujung-ujungnya sama: kita harus bisa maju, meninggalkan apa yang sudah menjadi ruang kosong.
BAKAR SAJA KETEKNYA
Di Jakarta, tidak ada tempat yang tidak macet dan semakin tahun kemacetannya semakin parah. Beberapa Koran bahkan meramalkan bahwa lima belas tahun lagi mobil gak akan bisa keluar dari garasi karena didepan garasi udah kena macet. Gue berani meramalkan dua puluh tahun lagi,saking macetnya, begitu bangun dari tidur, disebelah kita sudah ada mobil tetangga.
Macet juga membuat masalah lain, dari mulai stress sampai ke perubahan bentuk tubuh.
Dengan pekerjaan gue yang mengharuskan pergi ke mana-mana, betis kaki gue mulai gede sebelah hasil keseringan injek dan lepas kopling. Maka, kalau ada mobil pribadi, punya sopir menjadi salah satu kebutuhan yang lumayan penting.
Nama sopir gue Sugiman. Gue mendapatkan Sugiman dari kenalan Nyokap. Dia tahu gue sedang mencari sopir, dan katanya, Sugiman bisa jadi orang yang tepat. Sewaktu gue Tanya kenapa, ternyata dia berpendapat begitu karena gue berbintang Capricorn dan Sugiman berbintang Virgo. Cara yang tidak lazim untuk merekomendasikan sopir kepada orang lain.
Keesokan harinya, Sugiman datang. Gue memberi tahu dia tempat yang akan kami tuju. Di mobil kami mulai saling mengenal, Sugiman bercerita lumayan banyak tentang dirinya dan keluarganya. Saat itulah semua penderitaan dimulai. Perlahan-lahan, hidung gue menangkap bau yang tidak sedap. Gue mengendus, coba mencari tahu dari mana arah datangnya bau. Di saat inilah, gue menyadari bahwa Sugiman bau ketek. Banget.
Terkadang, gue heran,apa susahnya sih mengoleskan deodorant di ketek setiap pagi? Deodoran harganya tidak mahal. Hal ini yang menyebabkan gue berpikir, jangan-jangan Sugiman memang sengaja bau. Layaknya seekor beruang, Sugiman mungkin membaui wilayah dengan aromanya.
Segala cara gue pikirkan agar Sugiman tidak bau ketek lagi. Solusi yang berhasil justru gue temukan dari salah satu edisi majalh Gadis lama. Majalah Gadis berkata, kita harus jujur kepada pacar walaupun itu menyakitkan. Sugiman tentu saja bukan cowok gue.
Hampir sama kayak pacaran, kadang kita juga sering gak jujur karena gak enak. Padahal, justru karena tidak jujur itulah kita malah ngerasa gak enak. Ujung-ujungnya, hubungannya jadi gak enak.
PESAN MORAL DARI SEPIRING MAKANAN
Proses mencari makanan yang enak adalah petualangan yang tidak kalah nikmat. Kalau memang GoogleMaps mati tengah jalan, jangan percaya sama adik bungsu seperti Edgar yang kurang cerdas. Lalu, jika kita beruntung, dengan berani mencoba tempat makanan yang kita temukan ditengah jalan, bisa jadi rasanya malah jauh lebih enak dari tempat yang kita tuju.
Tidak semua makanan yang kita anggap enak dianggap enak oleh orang lain. Begitu pula sebaliknya. Inilah indahnya perbedaan, indahnya kebebasan dalam mencintai makanan. Setiap orang punya makanan yang mereka suka atau tidak sukai sendiri. Oh, kecuali durian. Seharusnya, semua orang suka durian.
KASIH
IBU SEPANJANG BELANDA
Semakin tua umur kita, semakin kita ingin mandiri dari orangtua. Masalahnya, nyokap gue adalah sesosok ibu yang terlalu perhatian dan terlalu berlebihan dalam menunjukan perhatian kepada anak-anaknya.
Nyokap masih memiliki perhatian yang sama ketika gue berumur 22 tahun. Waktu itu, gue dapat beasiswa ke Belanda untuk menghadiri summer course selama dua minggu. Nyokap panik karena anaknyaakan pergi ke sebuah benua nun jauh, tanpa ada sanak saudara.
Gue
baru nelepon Nyokap ketika menempati asrama gue, diebuah daerah perumahan
didekat pusat kota Utrecht yang bernama Baddepowelleigh. Ketika akhirnya
mendengar suara gue nyokap histeris.
Hari-hari selanjutnya diisi dengan belajar. Sebagian besar tentang Europian Studies. Belajar di kelas menarik karena metode pengajarannya juga asyik, tetapi yang paling seru justru datang pada akhir minggu ketika kami akan peri ke Belgia untuk study trip.
Pemberhentian
pertama kami di Belgia adalah sebuah museum seni. Setelah melihat berbagai
macam lukisan yang gue juga gak terlalu ngerti, Perek mengajak gue pergi ke
bagian patung-patung.
Perek dan gue kembali ke daerah lukisan. Kami berhenti cukup lama di depan sebuah lukisan besar yang menggambarkan seorang ibu-ibu sedang meratap.
Perek lalu bilang, ‘Lukisan ini terasa berat sekali, Dika. Kelihatannya sederhana, tetapi aku bisa merasa seolah-olah ibu-ibu di lukisan ini bicara sama aku.’
Gue memandangi Perek, lalu meledek.’Bicara sama kamu? Bicara apaan? Dia bilang Perek… aku ibu kamu, Perek… aku ibu kamu… aku ibu kamu yang memberikan kamu nama perek.’
‘Bukan seperti itu, Dika! Jangan becanda! Aduh, aku gak tahu, lukisan ini kayak ngingetin aku sama ibuku.’
‘Ibu kamu? Tinggal telepon aja kan?’
‘Ya kalau aja bisa segampang itu tinggal menelepon dia’
‘Emang kenapa’
‘Dia sudah lama enggak ada.’ Perek lalu menghela napasnya. ‘Meninggal sewaktu aku kecil’
Gue seolah disadarkan. Lukisan ibu-ibu yang sedang meratap dan kenyataan yang barusan Perek lontarkan membuka mata gue bahwa sebenarnya jarak antara gue dan Nyokap gue hanya satu kali pencetan telepon. Sementara, jatak Perek dan ibunya sudah sangat jauh. Mereka bahkan beda alam.
Kita
gak mungkin selamanya bisa ketemu dengan orangtua. Kemungkinan yang paling
besar adalah orangtua kita bakalan lebih dulu pergi dari kita. Orangtua kita
akan meninggalkan kita, sendirian. Dan kalau hal itu terjadi, sangat tidak
mungkin buat kita untuk mendengar suara menyebalkan mereka kembali.
TARIAN
MUSIM KAWIN
‘TAHUN
depan gue jadi jomblo perak, loh!’ kata Trisna, teman SMA gue dengan lesu.
Jomblo perak, menurut dia adalah mereka yang sudah berumur 25 tahun, tapi belum
pernah pacaran sama sekali.
Seumur
hidupnya, Trisna belum pernah punya pacar sama sekali. Padahal, Trisna nggak
jelek. Dia punya sepasang mata yang ramah dan senyum manis yang terasa tulus
buat siapa saja.
Ditambah
lagi, dia lulusan Universitas Indonesia dan pernah S2 di Swiss.
Gue
bercerita ke Trisna, sekitar dua minggu lalu, gue ngebajak Twitter milik
adik seorang teman. Dia baru aja masuk SMP, dan seperti lazimnya anak SMP masa
kini, dia punya Twitter.
Hari
itu, adik temen gue ini lagi minjem BlackBerry gue untuk twitter-an, dan
lupa sign out. Gue langsung ngerjain dia dengan nulis di Twitter-nya
: ‘Duuuh… aku baru aja pup di lantai!’
Adik
temen gue ini pada akhirnya tahu gue membajak Twitter-nya, dan dia
tentu saja, marah-marah kepada gue. Dia bete, sebel, dan kesel, sementara gue
repot minta maaf dan pura-pura amnesia.
Adik
temen gue ini ternyata bête karena di antara followers-nya di Twitter,
ada gebetannya. Dia tidak ingin gebetannya jadi ilfil ngebaca tulisan itu.
Di
era Twiiter sekarang ini, first date memang sudah
pindah ke Twitter. Kita dulu first date pergi
ngopi, makan, atau nonton untuk tahu orangnya seperti apa. Sekarang semua itu
bisa dilakukan praktis hanya dengan membaca timeline-nya. Timeline
Twitter seseorang menunjukan sifat asli orang tersebut.
Your
first date is his/her timeline. Semua informasi yang seseorang
butuhkan atas gebetannya bisa dilihat melalui apa yang mereka twit.
Kita bisa melihat berbagai macam iformasi yang biasanya keluar pas first
date sama seseorang
MANUSIA
SETENGAH SALMON
GUE
baru saja hendak menghabiskan piring kedua ketika Pito, teman gue, datang
sambil menggendong bayi. Hal pertama yang terlintas di kepala gue adalah : anak
siapa yang dia culik? Lalu, gue segera sadar, bayi super unyu ini adalah
anaknya sendiri.
Malam
itu, kami lagi ada di pernikahannya Mister, teman SMA kami. Gue melihat Pito
yang cengengesan dengan anak di gendongannya. Gue menghela napas. Waktu kadang
bisa sangat kejam. Tanpa sadar, semua hal sudah berubah.
Di
perjalanan pulang dari kondangan, gue gak bisa berhenti mikir tentang Pito,
Mister, dan ikan salmon. Gue inget beberapa bulan lalu, gue sakit di rumah, dan
kebiasaan gue kalau lagi sakit adalah banyak menonton televisi. Program favorit
gue Discovery Channel, dan saat itu sedang membahas tentang salmon.
Intinya
begini : setiap tahunnya ikan salmon akan berimigrasi, melawan arus sungai,
berkilometer jauhnya hanya untuk bertelur. Beberapa spesies, seperti Snake
River Salmon bahkan berenang sepanjang 1448 kilometer lebih, dua kali lipat
jarak Jakarta-Surabaya.
Perjalanan
salmon-salmon ini tidak gampang.
Di
tengah berenang, banyak yang mati kelelahan. Banyak juga yang menjadi santapan
beruang yang nunggu di daerah-daerah dangkal. Namun, salmon-salmon ini tetap
pergi, tetap pindah, apa pun yang terjadi.
Pito,
Mister, dan salmon mengingatkan gue kembali, bahwa esensi kita menjadi makhluk
hidup adalah pindah. Dimulai dari kecil, kita pindah dari rahim ibu ke dunia
nyata. Lalu, kita pindah sekolah, lalu pindah pekerjaan. Dan, pada akhirnya,
kita pindah hidup. Mati, pindah kea lam lain
Hidup
penuh ketidakpastian, tetapi perpindahan adalah salah satu hal yang pasti.
Kalau
pindah diidentikkan dengan kepergian, maka kesedihan menjadi sesuatu yang
mengikutinya.
Padahal,
untuk melakukan pencapaian lebih, kita tak bisa hanya bertahan di tempat yang
sama. Tidak ada kehidupan lebih baik yang bisa didapatkan tanpa melakukan
perpindahan.
Gue
jadi berpikir, ternyata untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, gue gak
perlu menjadi manusia super. Gue hanya perlu menjadi manusia setengah
salmon: berani pindah
0 komentar:
Posting Komentar